Minggu, 20 Januari 2008

Titik Kelminasi

Rumah besar itu berdiri megah di pinggir jalan yang cukup ramai oleh orang berlalu lalang di depannya. Di halamannya, ditumbuhi pohon mangga jenis golek yang bentuk buahnya mirip bujangan yang sedang tidur tergolek. Norak! Mungkin begitu komentar orang-orang yang lewat melihat cat bangunan itu yang berwarna-warni, hijau, coklat dan merah muda berbaur tak menentu, lebih-lebih pagarnya yang dicat belang-belang mirip zebra.
Rumah itu milik Pak Kirno yang sangat kesohor di daerah itu. Orang-orang menyebutnya Pak Kirno, yang tak lain merupakan kependekan dari ‘pikiran porno’. Pak Kirno tergolong seniman patung kelas ‘panas’, karenanya dia sering dapat pesanan bikin patung-patung wanita berpakaian mesum atau patung wanita tanpa sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Pak Kirno biasanya bikin patung seukuran manusia dengan wajah dan tubuh mirip artis-artis sinetron. Tercatat selebritis lokal yang pernah dibikin prototipe patungnya seperti, Mariam Belicak, Sampah Sarari, Yunia Asara, Jutek Kekeh.
Bukan Pak Kirno kalo nggak bertingkah nyeleneh. Menurutnya itu sah-sah saja, karena bagian dari seni keindahan. Tapi apapun alasannya, Pak Kirno adalah seorang lelaki berotak ngeres, bukan seniman. Bahkan konon kabar burung, istri satu-satunya mati bunuh diri, gara-gara stress nggak pernah ‘disentuh’inya selama dia menikah. Pak Kirno hanya sibuk mengelus-elus patungnya, sementara istrinya yang sewaktu menikah sudah halim eh, maksudnya hamil duluan, telah melahirkan seorang putri, yang diberi nama Mutia Sukirno. Mutia atau yang biasa dipanggil Tia, di saat tumbuh menjadi remaja, muncul keinginannya untuk tampil apa adanya, maksudnya tampil los polos, seperti patung-patung bikinan bapaknya. Tia ingin diakui bahwa dirinya memang ‘benar-benar’ wanita padahal sejak lahir memang sudah wanita 1000%. Rasanya belum terbukti sebagai wanita kalau belum bisa menampilkan ‘apa-apa’ seperti Claudia Schifer atau Madona yang khas wanita. Apanya yang khas? Hanya dia dan orang-orang berkepala cabul yang hobbi membahasnya. Tia pusing tujuh keliling karena di daerahnya saat ini mulai hidup ghirah Islam yang makin hot. Si Emen dan remaja Muslim mulai menyuarakan Islam di daerah tersebut. Islam memang sudah menjadi agama mayoritas di daerah itu, meskipun yang dibumbui tentang Islam baru seputar khitanan sampai pada hari-hari peringatan keislaman. Si Emen udah menyampaikan dakwah wa bil khusus di kalangan remaja untuk terikat kepada hukum Islam dalam kesehariannya. Dari situlah mulai remaja hingga tetua di kampung tersebut, mulai sepakat untuk menjadikan Islam sebagai satu-satunya pengatur interaksi antar mereka.Jelas, kondisi ini membikin Tia gerah, ruang geraknya seakan makin dipersempit, padahal ia ingin unjuk gigi terhadap hal-hal penting yang dia ‘punya’. Apa itu yang dia ‘punya’? Lagi-lagi hanya dia dan orang-orang berkepala cabul yang hobbi membahasnya. Berkali-kali Emen dalam ceramah umumnya mengaiak remaja putri untuk mengenakan jilbab dan mewanti-wanti agar menjauhi pornografi apalagi melakukan aksi porno. Pada bagian ceramahnya beliau mengatakan, ‘Bagi seorang Muslimah sudah dianggap Porno apabila menampakkan sehelai rambutnya kepada pria yang bukan mahramnya, karena aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan”. Nggak tanggung-tanggung, beliau juga mengkritik abis, jilbab yang masih beraroma porno, misal kerudungnya rapi tapi pakai celana panjang yang lekukannya bisa bikin orang berotak cabul bergelegak. ‘Sesuai dengan firman Allah SWT agar busana luar wanita tidak porno maka seorang Muslimah wajib memakai kerudung khimar (OS. An Nuur.- 31) dan jilbab yaitu jubah atau baju kurung terusan sampai menutupi mata kakinya (QS. Al Ahzab: 59).”, demikian tandas Emen mantap, mengutip tafsir Ibnu Katsir.
Pak Kirno dari dulu emang sudah bersikap apriori terhadap Emen, lebih-lebih kalo berbicara soal Islam. Dia minta anaknya, Tia, agar jangan sampai dekat dengan remaja-remaja yang terkena sihir Emen. Padahal hampir semua remaja putri disitu, udah mengenakan jilbab, sehingga Tia sendiri gaulnya dengan anak gedongan yang sukanya ngelayap di kafe ke kafe, ngedugem di diskotek. Walhasil, Tia dewasa adalah seorang pengekor kebebasan kelas berat, bisa dikatakan sangat sulit untuk menerima kebenaran tentang Islam.Pak Kirno sebagai ortunya, sangat khawatir kalau sampai anaknya ikut ikutan pakai jilbab yang menurutnya seperti karung dan jauh dari nilai seni, maka nanti nggak akan bisa gaul dan jauh dari sifat modern. Padahal justru wanita yang nggak menutupi tubuhnya dengan jilbab adalah primitif, seperti suku yang sekarang masih pake koteka. ‘Kamu harus jadi diri sendiri Nak”, begitu nasehat konyolnya kepada putrinya. Tia OK aja. Kini Tia menemukan dirinya dengan meniru berpenampilan hm..hm.. seperti artis-artis di film bay watch, beverly hills, danwson creek. Tiga bulan berlalu sejak Tia memproklamirkan dirinya anti jilbab. Pagi itu gempar. Beberapa headline surat kabar daerah itu memberitakan tentang percobaan pemerkosaan terhadap Mutia Sukirno, putri tunggal Pak Kirno. Tia berhasil diselamatkan oleh tim ronda malam itu dari tiga pria bertopeng yang nyaris memperkosanya. Tangan dan muka Tia memar karena menerima perlakuan keras. Dia shock, matanya sendu dibayangi trauma yang sangat mencekam. Sementara itu, Pak Kirno duduk termangu memandangi patung-patungnya tanpa gairah. Inilah titik kulminasi bagi dirinya. Di saat dirinya mendewakan kebebasan berekpresi lewat seni patung, dan anak semata wayangnya mengaktualisasikan dalam perbuatan, maka tibalah dia menuai hasil semuanya. Waallahualam bis showab

Tidak ada komentar: